Peran dari Warga Indonesia Dalam Film “Raya and the last Dragon.”

Peran dari Warga Indonesia Dalam Film “Raya and The Last Dragon.”

Peran dari Warga Indonesia Dalam Film “Raya and The Last Dragon.”

 

Film yang telah tayang pada Jumat 4 Juni 2021 salah satu menjadi film animasi dalam budaya Asia tenggara. Pada Awalnya sejak Disney+ Hotstar ini telah mengumumkan kepada para penonton pada tahun 2019, Raya and the Last Dragon film ini telah didengungkan yaitu sebagai film dengan animasi yang  juga terinspirasi khususnya dari budaya Asia Tenggara. Dibintangi Kelly Marie Tran dan juga aktris Amerika  Juga sebagai pemeran Raya,Dan untuk kedua penulis skenario, yaitu Adele Lim dan Qui Nguyen, mereka pun berdarah Asia Tenggara.

 

Dari cerita  film ini, penonton Indonesia juga akan dimanjakan dengan berbagai tampilan audio-visual dengan referensi budaya yang pastinya sudah tidak asing lagi, seperti adanya kesenian wayang kulit, gamelan, buah kelengkeng, struktur atap rumah gadang, dan juga pedang yang telah menyerupai keris. Yang di mana  senjata tersebut adalah senjata andalan Raya.

 

Disini dapat kita perhatikan dengan adanya elemen-elemen itu ternyata tidak terlepas dari sebuah peran dalam sejumlah konsultan budaya asal Indonesia yang terlibat telah terdapat dari film asal Disney itu.

 

Negri Kumandra, adalah negeri dongeng yang juga diwarnai dengan unsur-unsur budaya dari Asia Tenggara. Untuk tim kreatif dalam film ini yaitu Juliana. Dia dilibatkan untuk memastikan kesesuaian istilah-istilah yang juga dipakai dalam film fantasi itu yang juga penuh dengan konteks budaya di Asia Tenggara. Hal ini pun telah menjadi pertama kalinya dia dilibatkan sebagai konsultan budaya untuk proyek sebesar Raya. Juliana pun bercerita,pada awalnya  dirinya dihubungi tim Disney pada April 2019, “Mungkin saat itu  saya di UCLA dan juga terlibat di Centers for Southeast Asian Studies UCLA.’’ Tidak sampai disitu saja , dia pun di tugas untuk membantu tim Disney dalam s menciptakan aksara yang bersifat fiktif yang muncul dalam Raya. Tugasnya yaitu dia yang memberikan pemahaman khususnya ke tim kreatif tentang perbedaan goresan  juga lekuk huruf asal negara-negara di daerah Asia Tenggara dengan aksara dari wilayah yang lainnya juga. 

Selain itu Hal yang juga  sama telah menjadi pegangan untuk dua sosok warga Indonesia lainnya yang terlibat dalam proyek Raya yaitu Emiko Saraswati Susilo dan juga Dewa Putu Berata. Diapun masih ingat sekali waktu Osnat (yaitu adalah produser Raya, Osnat Shurer -red) mengatakan bahwa filmnya  tidak harus menunjukkan dalam satu tempat saja.

Profil dari Dewa dan Emiko ini adalah merak sepasang seniman dari Sanggar Seni Çudamani,  juga berbasis di negara California, AS, dan juga Gianyar, Bali. Dalam hal ini Dewa juga  dikenal dengan keahliannya dalam menciptakan komposisi seperti gamelan. Dewa  juga telah membawa sanggar  telah didirikannya untuk tampil di berbagai jenis panggung dunia.

Sementara itu untuk profil dari  Emiko, yang juga lahir dan besar di Los Angeles, California, namun dia telah mahir untuk mendalami seni tari Bali dan Jawa sejak lama. Bahkan kini dirinya ikut juga  memimpin sebuah Sanggar Çudamani sebagai pengajar dan juga koreografer.

Dalam hal nya di film ini tugas pertama Dewa dan juga Emiko, setelah mereka bergabung pada tim konsultan budaya Raya pada Februari 2019, telah mengorganisasi kunjungan kepada tim Disney ke Bali. Mereka lalu lanjut membawa kru film itu ke daerah kampung halaman Dewa yaitu di Banjar Pengosekan, Gianyar, mereka pun telah mengikuti berbagai macam kegiatan diantaranya dari upacara adat, demo pencak silat dan juga lokakarya gamelan.

Mereka pun telah melihat tingkatan-tingkatan dari kejadian saja. Yaitu dengan dari yang paling sakral yang ada di dalam pura,  hingga di luar pura. Mereka juga dapat melihat bagaimana Mereka dapat menempatkan dirinya masing- masing dalam peran tersebut.

 

Dewa pun mengatakan untuk itu para kru, tidak lupa untuk dapat melukis tentang apa yang mereka lihat selama Mereka melakukan kunjungan tersebut. Untuk mereka- mereka yang telah ikut dalam rombongan itu, antara  adalah sutradara John Ripa dan juga Paul Briggs, untuk pengarah artistik yaitu Helen Chen dan juga Shiyoon Kim, serta head of story Fawn Veerasunthorn.

 

Emiko juga menuturkan  tujuan bagi mereka yang telah mengunjungi Bali yang bertujuan untuk mengetahui budayanya, dan juga telah merasakan bagaimana kehidupan dari warga setempat dalam kegiatan upacara dan kekeluargaan di Bali.

Untuk itu konsultan budaya yang juga mewakili dalam film ini, Dewa Putu Berata, dan juga anggota sanggar Çudamani telah mengajarkan gamelan terhadap kru film ini pada saat mereka semua  berkunjung ke Bali.

Setelah mereka semua sudah menyelesaikan observasi di Pulau Dewata ini dan juga sdua negara lainnya, seperti negara Kamboja dan Laos, Dewa dan Emiko juga telah kembali membuat lokakarya gamelan dan juga kecak yang membagi beberapa tim yang sudah terlibat di studio animasi Disney di Burbank, Los Angeles. Di sana, mereka  juga telah memperagakan berbagai macam gestur khas orang Indonesia khususnya dalam kehidupan sehari-hari untuk kembali direkam dan dijadikan inovasi sebagai referensi, dan selain itu mereka juga  telah dapat memberikan konsultasi di setiap proses pada pembuatan film ini.

 


Posted

in

by

Tags:

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *